5. Gus Miek dan Habib Muhammad As-Saqqaf
Pada kesempatan yang lain, Gus Miek bersama Ibnu Katsir Siroj dan Nototawar pergi ke Pasuruan untuk mencari Habib Muhammad As-Saqqaf. Hari itu hari Minggu, mereka berangkat dari Tulungagung pagi-pagi. Hampir seharian berputar-putar di Pasuruan, belum juga ketemu alamatnya. Sudah ditemukan Habib Muhamad, tetapi belum ditemukan yang bermarga As-Saqqaf. Hingga diputuskan “Pokoknya yang aneh, khariqul ‘adah dan yang jadzab!” Sayang, tetap tidak ketemu juga.
Akhirnya, satu-satunya jalan adalah bertanya kepada Kiai Hamid Pasuruan. Begitu tiba di rumah Kiai Hamid, beliau sudah menyambut di depan pintu. “Hamim, wal qur’anil hakim,” sapa Kiai Hamid sambil memeluk Gus Miek dan membimbingnya masuk. Di dalam rumah, Kiai Hamid menghadiahi kain sarung Samarinda berwarna hijau kepada Gus Miek. Ini Gus, saya beri sarung, silakan salat dulu,” kata Kyai Hamid. Gus Miek dan kedua pengikutnya kemudian menuju ke masjid.
Ketika saatnya mendirikan salat, Gus Miek hilang dari pandangan. Dicari-cari tetap tidak ketemu. Akhirnya, keduanya salat kecuali Gus Miek, tetapi begitu mengucapkan salam, ternyata Gus Miek sudah duduk bersila di sebelah Katsir. Sehabis salat, keduanya menemui Kiai Hamid. “Wah, Gus, sampean telat. Tadi malam, tepat malam Jumat, saya khataman Riyadh as-Shalihin dan didatangi Kanjeng Nabi,” kata Kiai Hamid. Gus Miek hanya tersenyum. Kiai Hamid kemudian berdiri mengambil sesuatu di atas sebuah jam besar, lalu mengulurkan tangannya kepada Gus Miek dan kedua pengikutnya. K.H. Hamid menyuruh Gus Miek mengambil satu, demikian juga dengan yang lain, lalu kemudian memintanya kembali.
Gus Miek, yang tadinya mengambil biji koro yang berada di tengah, ketika mengembalikan biji itu ke telapak tangan Kiai Hamid berubah menjadi batu akik, sementara yang lain masih tetap berupa biji koro. Kemudian Kiai Hamid mengembalikannya kepada masing-masing. Kepada Ibnu Katsir, Kiai Hamid berpesan agar biji itu ditanam dan kelak bila sudah berbuah Kiai Hamid akan datang berkunjung ke rumahnya. Ketiganya lalu berpamitan dan segera mencari rumah Habib Muhamad As-Saqqaf sebagaimana petunjuk Kiai Hamid. Ternyata, rumahnya tidak jauh dari ndalem Kiai Hamid.
Setelah ketiganya tiba di rumah Habib Muhamad As-Saqqaf dengan suara yang keras dan lantang tiba-tiba Habib bertanya, “Dari mana?” “Dari Kediri,” jawab Gus Miek. “Mau Apa?,” tanya Habib. “Mau minta doa salawat,” jawab Gus Miek. “Apa belum salat? di dalam salat kan banyak salawat dan banyak doa,” jawab Habib. Lalu Habib berdiri menjalankan salat. Akan tetapi, urut-urutan salat yang dijalankannya kacau balau dalam tinjauan fikih. Usai salat, Habib mengambil ceret berwarna keemasan dengan satu gelas besar dan tiga cangkir kecil. Habib menuangkan kopi jahe khas Arab, lalu memberikan yang paling besar kepada Gus Miek dan disuruh menghabiskannya. Begitu Gus Miek meminum habis isi gelas besar itu, Habib kembali menuangkan sampai penuh, kembali Gus Miek menghabiskan.
Kejadian tersebut terus berulang sehingga kedua pengikut Gus Miek menjadi keheranan, bagaimana mungkin ceret sekecil itu mempunyai isi yang sedemikian banyak, dan betapa kasihan Gus Miek harus meneguk minuman yang tidak enak di lidah dan di perut itu sedemikian banyak, meski demikian seolah-olah Gus Miek tidak merasakan apa-apa. Setelah puas saling membuktikan “kemampuannya”, Habib As-Saqqaf meminta Gus Miek berdoa dan beliau mengamininya.